MOJOKERTO | Sekretaris MPC Pemuda Pancasila Kabupaten Mojokerto, Filla Muji Utomo, menyebut laporan terhadap Kadus Kedungpalang mencerminkan rusaknya tata kelola desa. Ia menilai kesalahan sistemik dan buruknya administrasi justru ditimpakan hanya kepada satu perangkat.
“Perangkat desa itu rakyat juga. Mereka tidak digaji rutin, tapi dituntut bekerja penuh. Kalau gagal sistemnya, kenapa Kadus yang dikorbankan? Ini bukan maju, adil dan makmur seperti visi misi yang diharapakan Bupati Mojokerto,” ujar Filla.
Filla menyoroti bahwa Kadus lain yang juga bertugas memungut PBB tidak tersentuh, meski ada yang belum melunasi tunggakan. Ia menilai Kepala Desa Lakardowo juga lalai sebagai penanggung jawab pemungutan PBB, karena tidak melakukan evaluasi rutin di tiap tahunnya sehingga hal semacam ini terjadi.
Menurut perangkat desa berinisial JM dari Kecamatan Puri yang enggan disebutkan namanya, fenomena yang dialami kepala dusun Kedungpalang itu memang benar terjadi adanya, kalau gaji rutin dibayarkan tiap bulan, saya yakin semua kepala dusun juga enggan menggunakan uang pajak PBB, itu semua karena kebutuhan keluarga dan kegiatan kemasyarakatan memang menjadikan beban tersendiri bagi Kepala Dusun yang tidak memiliki penghasilan lain selain Siltap.
Belum lagi tekanan agar kinerja kami dalam penarikan PBB terlihat baik. Sebagai petugas pemungut, kami sering kali harus menalangi terlebih dahulu pembayaran PBB, lalu baru menagihnya kepada masyarakat.
Coba cek di setiap desa, pasti ada kepala dusun yang melakukan hal serupa. Sebab, menjadi pemungut PBB itu harus fleksibel dan peka terhadap kondisi perekonomian masyarakat. Semua itu kami lakukan demi menjaga martabat warga dusun sebagai masyarakat yang taat membayar pajak kepada negara,” ucapnya.
Filla menambahkan, pemungutan PBB bukan merupakan kewajiban perangkat desa, melainkan bentuk penugasan sepihak dari kepala desa. “Silakan dicek, adakah kepala dusun yang secara resmi mengajukan permohonan kepada kepala desa untuk menjadi petugas pemungut pajak? Nyatanya, banyak yang hanya diberi beban tanpa dimintai persetujuan terlebih dahulu,” tegasnya.
Berdasarkan Permendagri No. 67 Tahun 2017, Surat Peringatan (SP) tidak bisa dikeluarkan atas tugas tambahan tanpa dasar hukum. Lebih jauh, Filla mengkritik adanya oknum yang menghasut warga melaporkan Kadus tanpa klarifikasi atau musyawarah. Mosi tidak percaya yang ditandatangani secara massal dinilai menimbulkan trauma psikologis dan meruntuhkan martabat keluarga Kadus. Padahal mereka sudah melaporkan yang bersangkutan ke Polresta Mojokerto seharusnya di ikuti saja prosesnya.
Jika dibiarkan, lanjut Filla, situasi ini akan mengikis kepercayaan publik dan membuat perangkat desa enggan menjadi pemungut pajak karena tidak adanya perlindungan dan tanggung jawab dari kepala desa,. (Red)