Gresik,mediacitynews.com
Praktik jual beli Lembar Kerja Siswa (LKS) di SD Negeri Balongpanggang kini terbongkar dan menjadi sorotan serius. Ketua K3S setempat menegaskan bahwa pengadaan LKS tidak melalui jalur resmi sekolah, melainkan dikendalikan oleh paguyuban orang tua murid.
Fakta ini menunjukkan bahwa paguyuban hanya menjadi kaki tangan kepala sekolah, sementara peran sebenarnya berada di tangan kepala sekolah. Sangat mustahil pihak yang bukan bagian struktur resmi pendidikan bisa leluasa menjual buku kepada siswa. Semua kegiatan di sekolah tetap menjadi tanggung jawab kepala sekolah, sesuai Surat Instruksi Kepala Dinas Pendidikan No.420/1984/437.53/2024, yang melarang penjualan Buku Ajar dan LKS di sekolah.
Kasus ini bukan masalah sepele. Praktik jual beli LKS merupakan pungutan liar (pungli) yang merugikan siswa dan orang tua, dan dapat dipidana. Berdasarkan Pasal 12B Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pungutan Liar, setiap pejabat atau penyelenggara pendidikan yang memungut biaya tanpa dasar hukum atau menyalahgunakan kewenangan dapat dijerat pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda paling tinggi Rp50 juta.
Kelalaian kepala sekolah jelas terlihat. Guru seharusnya inovatif dalam menyusun soal dan materi pembelajaran, bukan bergantung pada LKS yang dijadikan alat bisnis terselubung. Praktik ini menegaskan bahwa pendidikan telah dialihfungsikan menjadi sumber keuntungan pribadi, merugikan siswa dan orang tua.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik, Hariyanto, menegaskan pengawasan tegas: “Sudah SP 1, kita pantau perkembangan. Kalau sampai ramai seperti ini, bisa dimutasi. Harus dikembalikan, kalau tidak kita beri peringatan.”
Fenomena ini menyoroti kenyataan pahit: regulasi ada, namun kepala sekolah lalai, memanfaatkan paguyuban untuk kepentingan pribadi, dan siswa menjadi korban pungli. Balongpanggang menjadi contoh nyata bagaimana hak belajar murid bisa tergadai oleh kepentingan pribadi dan praktik bisnis tersembunyi di sekolah.
Kasus ini bukan sekadar pelanggaran administratif; ini adalah pelanggaran serius terhadap hak belajar siswa dan integritas pendidikan, yang menuntut tindakan hukum tegas. Kepala sekolah dan paguyuban tidak bisa lagi dibiarkan mengendalikan pendidikan untuk keuntungan pribadi, karena pasal pidana siap menjerat aktor-aktor pungli ini.